Setiap orang dari kecil pasti punya mimpi, punya cita-cita. Tapi seiring berjalannya waktu, mimpi kita berubah.
Dulu, saya pernah bermimpi jadi pramugari. Sekarang, setelah besar dan sering traveling naik pesawat, being stewardess is no longer in my dream list.
Dulu, saya pernah bermimpi jadi penyanyi. Tapi sekarang karena menyadari keterbatasan suara yang ada (yeah, bakat itu ngga mampir di saya. Hihi) jadi penyanyi udah bukan menjadi mimpi saya lagi.
Ngga ada yang salah dengan pramugari, ngga ada yang salah dengan penyanyi. Hanya, seiring berjalannya waktu, ada keadaan dan kondisi yang akhirnya menyadarkan bahwa saya punya keterbatasan yang tidak memungkinkan jika menjadi salah satu dari profesi itu. Atau mungkin ketidak nyamanan jika saya meraih mimpi (yang dulu saya anggap keren) itu.
Misalnya, apa jadinya saya yang gampang ngantuk dan sembrono ini jadi pramugari? Bisa-bisa penumpang pada gak keurus dan complaint semua. Hehe..
Sama kayak relationship.
Pernah ngga sih berada dalam hubungan dimana kita ngerasa cocok banget sama pasangan kita sampe ngomong "Tuhan, kayaknya ini deh orangnya. Sosok kayak gini yang saya cari. Saya mau dia yang jadi suami/istri saya"?
Tapi setelah dijalanin akhirnya kita ngerasa ngga mungkin untuk jalan sama sama lagi.
Bukan karena salah individunya, tapi karena apa yang kita lihat dan ingin kita raih udah beda. Kita ngga mungkin jalan bersama kalo tujuan kita beda.
Bukan salah orangnya atau mimpinya.
Setiap orang berhak (dan harus) punya mimpi. Siapapun nggak berhak untuk menghalangi kita untuk meraihnya, ngga terkecuali pasangan. Lain cerita kalau pasangan kita mau berkorban untuk lupain mimpinya dan sama-sama ngejar mimpi kita atau sebaliknya, itupun harus tanpa paksaan.
Karena menurut saya, mimpi itu yang membuat kita tetap semangat dan 'hidup'
Selamat (menjelang) tahun baru dan selamat meraih mimpi! :)
Dulu, saya pernah bermimpi jadi pramugari. Sekarang, setelah besar dan sering traveling naik pesawat, being stewardess is no longer in my dream list.
Dulu, saya pernah bermimpi jadi penyanyi. Tapi sekarang karena menyadari keterbatasan suara yang ada (yeah, bakat itu ngga mampir di saya. Hihi) jadi penyanyi udah bukan menjadi mimpi saya lagi.
Ngga ada yang salah dengan pramugari, ngga ada yang salah dengan penyanyi. Hanya, seiring berjalannya waktu, ada keadaan dan kondisi yang akhirnya menyadarkan bahwa saya punya keterbatasan yang tidak memungkinkan jika menjadi salah satu dari profesi itu. Atau mungkin ketidak nyamanan jika saya meraih mimpi (yang dulu saya anggap keren) itu.
Misalnya, apa jadinya saya yang gampang ngantuk dan sembrono ini jadi pramugari? Bisa-bisa penumpang pada gak keurus dan complaint semua. Hehe..
Sama kayak relationship.
Pernah ngga sih berada dalam hubungan dimana kita ngerasa cocok banget sama pasangan kita sampe ngomong "Tuhan, kayaknya ini deh orangnya. Sosok kayak gini yang saya cari. Saya mau dia yang jadi suami/istri saya"?
Tapi setelah dijalanin akhirnya kita ngerasa ngga mungkin untuk jalan sama sama lagi.
Bukan karena salah individunya, tapi karena apa yang kita lihat dan ingin kita raih udah beda. Kita ngga mungkin jalan bersama kalo tujuan kita beda.
Bukan salah orangnya atau mimpinya.
Setiap orang berhak (dan harus) punya mimpi. Siapapun nggak berhak untuk menghalangi kita untuk meraihnya, ngga terkecuali pasangan. Lain cerita kalau pasangan kita mau berkorban untuk lupain mimpinya dan sama-sama ngejar mimpi kita atau sebaliknya, itupun harus tanpa paksaan.
Karena menurut saya, mimpi itu yang membuat kita tetap semangat dan 'hidup'
Selamat (menjelang) tahun baru dan selamat meraih mimpi! :)
Every great dream begins with a dreamer. Always remember, you have within you the strength, the patience, and the passion to reach for the stars to change the world. ~Harriet Tubman
